INOVASI PEMBELAJARAN SEJARAH LOKAL BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER MENGGUNAKAN SMART APPS CREATOR (SAC) DI SMA NEGERI 1 NALUMSARI JEPARA

INOVASI PEMBELAJARAN SEJARAH LOKAL BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER MENGGUNAKAN SMART APPS CREATOR (SAC) DI SMA NEGERI 1 NALUMSARI JEPARA

 

Oleh:

Abdul Rouf, S.Pd.

 

Abstrak

Tokoh sejarah lokal sesungguhnya dapat dimanfaatkan untuk penguatan pendidikan karakter dalam mata pelajaran sejarah atau yang lebih luas di lingkungan sekolah. Adapun dalam hal ini, Ratu Kalinyamat mampu menjadi inspirasi dan figur teladan positif untuk anak didik selaku generasi muda penerus bangsa khususnya bagi siswa di SMA Negeri 1 Nalumsari Jepara. Secara umum, Ratu Kalinyamat layak menjadi sumber inspirasi yang mengajarkan tentang kepemimpinan (leadership), nilai-nilai tanggung jawab, keberanian, perjuangan, patriotisme, cinta tanah air, pantang menyerah, berpikir maju, toleransi, menghargai, berbuat baik, peduli, bekerja sama, tolong menolong, dan nilai-nilai karakter kontruktif lainnya.

Hasil penelitian inovasi pembelajaran sejarah lokal berbasis pendidikan karakter menggunakan Smart Apps Creator (SAC) di SMA Negeri 1 Nalumsari Jepara berdasarkan hasil observasi langsung selama proses pembelajaran didapatkan hasil yang menunjukkan bahwa siswa lebih aktif dan antusias dalam pembelajaran sejarah lokal berbasis pendekatan pendidikan karakter. Secara garis besar penelitian menyimpulkan hasil yang diperoleh cukup positif. Hal ini berdasarkan hasil survei angket terhadap siswa kelas X SMA Negeri 1 Nalumsari Jepara berjumlah 250 anak meliputi kelas program MIPA dan IPS tahun ajaran 2021/2022. Menurut mereka pembelajaran menggunakan aplikasi SAC sangat memberi manfaat lebih serta menarik untuk dipergunakan belajar khususnya materi-materi sejarah yang belum terdapat di dalam buku paket pelajaran.

 

Kata kunci:  Pembelajaran sejarah, Pendidikan karakter, Smart Apps Creator.

 

Pendahuluan

Perkembangan dunia pendidikan di Indonesia masih sarat dengan berbagai macam keprihatinan. Di antara keprihatinan tersebut paling menyita perhatian adalah mengenai fenomena degradasi moral dan karakter pada diri pelajar. Mencuat berbagai macam peristiwa di banyak media masa maupun internet tentang perilaku pelajar yang mudah melakukan kekerasan, sikap tidak menghormati guru, mengabaikan etika dan norma yang baik dalam pergaulan, hingga pada perilaku yang menjurus kepada tindakan-tindakan asusila, melanggar hukum sampai penghilangan nyawa. Melihat fakta tersebut, penanaman nilai-nilai moral dan karakter pada para pelajar menjadi sangat penting dan harus mendapat perhatian serius oleh semua pihak.

Thomas Lickona dalam bukunya Educating for Character (2012: 61-62) mengemukakan di dalam dunia ini setidaknya terdapat dua macam nilai, yaitu nilai moral dan nilai nonmoral. Nilai moral merupakan nilai yang lebih mengarahkan kepada sikap-sikap yang positif seperti kejujuran, toleransi, tanggung jawab, keadilan, rasa hormat, integritas, belas kasihan dan sebagainya yang secara alamiah dituntut dalam kehidupan. Sedangkan nilai nonmoral tidak membawa tuntutan-tuntutan yang demikian sebagaimana nilai moral tadi, hanya pada sebatas sikap yang lebih menunjukkan berhubungan dengan apa yang disukai atau diinginkan oleh seseorang.

Pemerintah melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2013 mulai menerapkan perubahan kurikulum pengganti dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) ke kurikulum baru yang diberi nama Kurikulim 2013 (KURTILAS). Kurikulum 2013 yang digagas berbasis karakter dan kompetensi ini lahir sebagai jawaban terhadap berbagai kritikan terhadap kurikulum sebelumnya yang dianggap kurang menekankan pada nilai karakter yang dibutuhkan anak dalam kondisi bangsa saat ini. Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan keberlanjutan langkah yang mencakup kompentisi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu. Dengan demikian, Kurikulum 2013 diharapkan dapat menyelesaikan berbagai permasalahan yang sedang dihadapi oleh dunia pendidikan, terutama dalam memasuki era globalisasi yang penuh dengan berbagai tantangan dan rentan terhadap degradasi moral.

Adapun pelajaran sejarah dalam Kurikulum 2013 mendapatkan tempat istimewa apabila ditinjau dari porsi jam yang cukup banyak dibandingkan dengan beberapa mata pelajaran lainnya. Kurikulum 2013 ditinjau dari aspek model pembelajaran standar proses dilengkapi dengan pendekatan ilmiah atau scientific yaitu mengamati, menanya, mengolah, menalar, menyajikan, menyimpulkan dan mencipta. Demikian model pembelajaran sejarah yang digunakan dalam Kurikulum 2013 ini merupakan proses pembelajaran yang menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan dan keterampilan (Mulyasa, 2010: 137).

Selain kurikulum, dalam arti yang lebih luas sejatinya lembaga pendidikan atau sekolah merupakan lembaga yang berperan penting terhadap pembentukan karakter peserta didik (character building). Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yaitu untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Kemdikbud, 2003). Sejalan dengan hal tersebut, Ki Hajar Dewantara berpendapat bahwa pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect), dan tubuh anak. Komponen-komponen tersebut tidak dapat dipisahkan agar dapat memajukan kesempurnaan hidup anak. Hal ini dapat dimaknai bahwa pendidikan karakter merupakan bagian integral yang sangat penting dalam pendidikan (Muchlas & Hariyanto, 2012: 33).

Pembentukan karakter atau character building saat ini menjadi isu penting dalam dunia pendidikan di Indonesia. Selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak generasi bangsa, pendidikan karakter juga diharapkan mampu menanamkan nilai-nilai budaya luhur bangsa yang seiring berjalannya waktu terus terkikis akibat dampak dari perkembangan globalisasi. Hal tersebut selaras dengan isi UU No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 (Kemdikbud, 2003) yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Pengertian fungsi pendidikan nasional sebagaimana uraian di atas menunjukkan bahwa budi pekerti merupakan sifat yang harus dimiliki untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Adapun budi pekerti lebih menitik beratkan pada watak, perangai, perilaku atau dengan kata lain tata krama dan etika. Oleh karena itu, pendidikan karakter atau budi pekerti dapat diartikan sebagai penanaman nilai-nilai etika, tata krama, dan bagaimana berperilaku baik terhadap orang lain. Pada perkembangannya pendidikan karakter tidak melulu melibatkan relasi sosial anak, akan tetapi juga melibatkan pengetahuan, perasaan dan perilaku anak yang berada dalam ranah pendidikan karakter (Setyowati, 2009).

Mengingat pentingnya pendidikan karakter dalam membangun sumber daya manusia unggul, maka penerapannya pun harus dilaksanakan dengan perencanaan yang matang. Oleh sebab itu, diperlukan kepedulian dari berbagai pihak dalam mengembangkan pendidikan karakter. Kondisi ini dapat tercapai apabila semua pihak terkait memiliki kesadaran bersama dalam membangun pendidikan karakter. Pendidikan karakter harus menyertai semua aspek kehidupan termasuk juga di lembaga pendidikan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Furqon Hidayatullah, yang menjelaskan bahwa pendidikan karakter merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan, oleh karena itu pendidikan karakter harus menyertai semua aspek kehidupan termasuk di lembaga pendidikan (Furqon, 2010: 23). Idealnya penerapan pendidikan karakter di lembaga pendidikan perlu diintegrasikan dengan mata pelajaran yang memiliki muatan kearifan lokal sebagai bagian dari pembentukan karakter bangsa. Salah satu mata pelajaran yang memiliki kearifan lokal adalah sejarah, dalam hal ini sejarah lokal.

Penggunaan smartphone yang dilengkapi dengan berbasis Android telah berkembang begitu pesat. Smartphone berbasis Android telah menjadi kebutuhan primer dalam kehidupan manusia sehari-hari. Android merupakan salah satu sistem operasi mobile yang pertumbuhannya relatif cepat dan pesat di antara sistem operasi lain yang sedang berkembang saat ini. Android sebagai sistem operasi untuk smartphone digambarkan sebagai jembatan antara perangkat (device) dan penggunaannya untuk berinteraksi dengan perangkat mereka dan menjalankan aplikasi yang tersedia pada perangkat tersebut (Dasmo, Astuti, & Nurullaeli, 2017: 77).

Saat ini dapat dikatakan mayoritas pelajar memiliki smartphone berbasis Android. Media pembelajaran dengan memanfaatkan smartphone berbasis android dapat dirancang agar proses pembelajaran (mobile learning) dapat dilakukan lebih fleksibel (di manapun, kapanpun) dan menarik. Penggunaan mobile learning dapat menunjang proses belajar mengajar dan menambah keleluasaan dalam kegiatan belajar mengajar sehingga hasil belajar menjadi lebih baik (Robianto, Wahono, & Marsono, 2019). Salah satu aplikasi yang dapat membuat media pembelajaran berbasis android adalah Smart Apps Creator atau disingkat SAC.

Aplikasi SAC adalah media interaktif digital terbaru yang dapat digunakan untuk membangun konten multimedia menarik yang dapat diinstal pada smartphone berbasis android dengan mudah dan murah (Suhartati, 2021). Media pembelajaran berbasis android dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran sejarah yang seringkali terkesan membosankan karena tekstual semata. Aplikasi android berbasis SAC ini dapat menjadi salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk menarik minat serta memudahkan siswa dalam memahami materi sejarah (sejarah lokal) khususnya di tengah pembelajaran jarak jauh saat ini. Aplikasi Android yang disertai dengan animasi visual menarik maupun audio dapat meningkatkan pengalaman, pemahaman, serta perhatian siswa terhadap materi.

Metode penelitihan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan pemilihan responden, kemudian menyebarkan angket, dilanjutkan dengan analisis data. Dalam penelitian ini pengambilan hasil terbatas pada minat siswa terkait dengan penggunaan aplikasi SAC Ratu Kalinyamat. Penyebaran angket dilakukan satu kali untuk mengetahui response siswa. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 9-20 Mei 2022 di SMA Negeri 1 Nalumsari Jepara. Adapun dalam penelitian ini menggunakan dua variable, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Aplikasi SAC Ratu Kalinyamat dan variabel terikat penelitian.

Penelitian ini mengambil populasi dari siswa kelas X SMA Negeri 1 Nalumsari. Teknik pengambilan sampel menggunakan Purposive Sampling dimana peneliti menentukan responden untuk menjadi sampel penelitian dengan anggapan atau menurut pendapatnya sendiri. Teknik pengumpulan data yang digunakan berupa observasi. Data-data yang diperoleh berasal dari validator yang terdiri atas 1 orang yang merupakan ahli dalam bidang pendidikan dan olah data, kemudian melibatkan 36 orang siswa dalam pengambilan sampel untuk bisa melihat minat siswa dalam pembelajaran sejarah lokal penggunaan aplikasi android SAC Ratu Kalinyamat. Adapun teknik analisis data yang digunakan adalah model interaktif dari Miles dan Huberman (1984) dengan pola empat sumbu kumparan selama pengumpulan data. Keempat sumbu tersebut adalah Pengumpulan data, Reduksi data, Sajian data, dan Penarikan kesimpulan.

 

Pembahasan

Dunia pendidikan tidak terlepas dari proses pembelajaran yang meliputi guru, siswa, dan lingkungan pembelajaran yang saling mempengaruhi satu sama lain dalam rangka tercapainya tujuan pembelajaran. Media yang tepat merupakan salah satu komponen penting penunjang tercapainya tujuan pembelajaran tersebut. Maka dari itu, penyiapan media pembelajaran yang baik menjadi salah satu tanggung jawab pendidik (Ayu, 2011: 2). Adapun menurut Sofian (2013: 30), penggunaan alat bantu berupa media pembelajaran yang sifatnya interaktif, akan membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan serta isi dari mata pelajaran. Hal ini selaras dengan banyaknya penelitian yang memperlihatkan bahwa media telah berhasil menunjukkan keunggulannya membantu para pendidik dalam menyampaikan materi pembelajaran secara cepat dan lebih mudah ditangkap oleh para siswa. Selain itu terdapat kekuatan positif dan sinergi yang mampu mengubah sikap dan tingkah laku mereka ke arah perubahan yang kreatif dan dinamis (Asnawir, 2022: 1).

Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi pada era saat ini sangatlah berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari bagi semua kalangan, baik pelajar, mahasiswa maupun masyarakat umum. Begitu pula peran Teknologi informasi dan komunikasi menjadi amat penting dalam berbagai bidang kehidupan, baik itu bidang pendidikan, ekonomi, sosial, budaya, dan berbagai bidang lainya. Pada era dominasi internet saat ini, pengaruh perkembangan teknologi informasi tidak dapat dihindarkan salahsatunya dalam dunia pendidikan. Kemajuan zaman menuntut pendidikan harus selalu menyesuaikan perkembangan teknologi yang ada terhadap tujuan peningkatan mutu pendidikan, terutama penyesuaian penggunaan teknologi dalam proses pembelajaran di sekolah.

Perkembangan di bidang pedidikan berkaitan dengan pesatnya laju kemajuan teknologi informasi dan komunikasi mengubah berbagai macam model pembelajaran, begitu pula mengubah cara orang belajar. Kecanggihan teknologi menuntut para pendidik untuk terus adaptasi serta memainkan peran penting dalam memberikan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan peserta didik di era globalisasi. Adapun kemudian teknologi dapat digunakan sebagai salah satu sumber dan media pembelajaran yang efektif sekaligus mengubah pembelajaran konvensional menjadi pembelajaran yang modern, sehingga proses pembelajaran tidak lagi berpusat pada pendidik (teacher centered), tetapi berpusat pada siswa.

Terciptanya inovasi-inovasi di berbagai bidang khususnya pendidikan adalah bentuk dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang bernilai positiif. Kehadiran e-learning (pembelajaran elektronik atau dalam jaringan) pada perkembangannya mampu menjadi solusi efektif di dalam tantangan dunia pendidikan global. Menurut Jusoff (2009: 94), hakikat e-learning merupakan bentuk pendidikan jarak jauh yang dilaksanakan dengan menggunakan media internet. Seiring dengan perkembangan dan kemajuan sarana prasarana di era saat ini, maka upaya peningkatan mutu pendidikan dapat dilakukan melalui pemanfaatan teknologi dalam kegiatan pembelajaran dalam rangka memfasilitasi pendidik maupun peserta didik belajar untuk lebih luas, lebih mendalam, lebih inovatif, dan bervariatif. Adanya sarana yang baik yang disediakan maka peserta didik dapat belajar mandiri, kapanpun dan dimanapun tanpa terbatas oleh ruang dan waktu. Bahan belajar yang dapat mereka pelajari juga akan lebih bervatif tidak hanya dalam bentuk sajian kata, tetapi juga visual, audio, dan animasi.

Inovasi dalam pembelajaran yang dilakukan disini adalah dengan menggunakan apikasi Smart Apps Creator (SAC) yang mudah dipasang secara gratis di smartphone. SAC merupakan aplikasi yang dapat digunakan untuk membuat aplikasi dan iOS tanpa kode pemrograman. Pembuatan aplikasi mobile multimedia pembelajaran dengan SAC dapat mudah dilakukan karena tidak memerlukan kode pemrograman dan sudah dapat menghasilkan format .exe. Selain itu, SAC dapat digunakan sebagai metode alternatif selama pembelajaran daring sebab tidak memerlukan kuota internet selama pembelajaran berlangsung (Azizah, 2020). Adapun SAC sebagai software memiliki beberapa keunggulan di antaranya: 1) tidak memerlukan keahlian pemrograman sehingga siapapun dapat dengan mudah mengoperasikannya; 2) output dari aplikasi ini dapat diimplementasikan pada berbagai platform salah satunya pada android; 3) dapat menyisipkan animasi sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pengembang; 4) interaktivitas; 5) mendukung berbagai jenis format untuk media penyimpanan; dan 6) layanan web terintegrasi sehingga aplikasi menjadi lebih fungsional (Budyastomo, 2020).

Pembelajaran sejarah mempunyai tujuan yang sesuai dengan UU Pendidikan Nasional yang dapat memberikan arah bagi pembangunan bangsa. Berkaitan dengan aspek kognitif, pembelajaran sejarah memiliki peran penting dalam membangun karakter dan moral. Sardiman (2012: 210), menyatakan bahwa pembelajaran sejarah sebenarnya memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan karakter bangsa melalui aktifitas peserta didik yang melakukan telaah berbagai peristiwa, untuk kemudian dipahami dan diinternalisasikan berbagai nilai yang ada di balik peristiwa itu sehingga melahirkan contoh untuk bersikap dan kemudian bertindak. Proses pembelajaran sejarah yang lebih menitik beratkan hanya pada fakta-fakta sejarah saja cenderung membuat siswa lebih cepat bosan. Menurut Hartanto (2016), daya tarik pembelajaran dapat melalui perancangan kualitas pembelajaran. Semakin baik kualitas proses pembelajaran, maka akan semakin besar daya tarik yang akan ditimbulkan. Oleh karena itu, perlu adanya inovasi perencanaan dalam proses pembelajaran sejarah sehingga dapat mendorong minat siswa untuk belajar mata pelajaran sejarah dengan senang dan tidak mudah jenuh.

Dalam pembelajaran sejarah terdapat tujuan yang umum sehingga dapat bermakna bagi peserta didik, sebagaimana yang dikemukakan oleh Hansiswani Kamarga dan Yani Kusmarni (2012: 70), bahwa tujuan pembelajaran sejarah idealnya adalah membantu peserta didik meraih kemampuan sebagai berikut: (1) memahami masa lalu dalam konteks masa kini; (2) membangkitkan minat terhadap masa lalu yang bermakna; (3) membantu memahami identitas diri, keluarga, masyarakat dan bangsanya; (4) membantu memahami akar budaya dan inter relasinya dengan berbagai aspek kehidupan nyata; (5) memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang negara dan budaya bangsa lain di berbagai belahan dunia; (6) melatih berinkuiri dan memecahkan masalah; (7) memperkenalkan pola berfikir ilmiah dari para ilmuwan sejarah; dan (8) mempersiapkan peserta didik untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi.

Mengingat begitu pentingnya pemahaman materi sejarah dan nilai yang terkandung didalamnya, maka diperlukan aplikasi pembelajaran sejarah yang berorientasi pada nilai. Hal ini mengingat pemahaman nilai sejarah secara kritis menempati posisi strategis dalam sebagai bahan pendidikan dalam rangka membentuk warga negara yang ideal. Sebagaimana ditulis oleh Supriatna (2008: 134-135) bahwa aplikasi pembelajaran nilai sejarah perlu pula menekankan pada masalah sosial yang aktual dan relevan yang berkembang dalam masyarakat di suatu daerah. Oleh sebab itu, pembelajaran sejarah dalam prosesnya perlu mengaitkan nilai yang berkembang dalam masyarakat dengan masalah sosial yang terjadi pada masa lampau dan masa kini yang berkembang di daerah itu. Hal ini dapat membantu meningkatkan pemahaman secara kritis peristiwa, gagasan, fenomena kesejarahan sesuai dengan keterampilan berfikir kritis sejarah.

Berbicara pendidikan nilai sama halnya dengan pendidikan karakter. Menurut seorang Scerenko dalam Syukur (2021: 8), mengemukakan bahwasanya pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai upaya yang sungguh-sungguh dengan cara mana ciri kepribadian positif dikembangkan, didorong dan diberdayakan melalui keteladanan, kajian (sejarah dan biografi para bijak dan pemikir besar), serta praktik emulasi usaha yang maksimal untuk mewujudkan hikmah dari yang diamati dan dipelajari. Adapun terdapat berbagai upaya yang bisa dilakukan sebagai penguatan nilai karakter. Salah satunya adalah dengan menanamkan kembali nilai-nilai karakter positif atau moral kepada siswa melalui proses pembelajaran. Siswa sudah seyogiyanya lebih diperkenalkan lebih dalam dengan misalanya tokoh-tokoh sejarah yang dianggap lebih dekat dengan mereka dan lingkungannya. Tujuan dari itu adalah agar siswa lebih tertarik dan mengena dalam memahami nilai teladan dari tokoh yang tidak asing bagi mereka. Penggalian karakter di dalam proses pembelajaran dapat berfungsi sebagai penguat karakter siswa untuk menyaring nilai-nilai negatif atau yang bertentangan dengan kepribadian bangsa.

Pembelajaran sejarah yang menghadirkan muatan lokal sangat tepat digunakan sebagai media untuk menguatkan karakter peserta didik. Guru harus mampu memasukkan nilai-nilai moral dan karakter tersebut ke dalam proses pembelajaran sejarah. Hal ini selaras dengan pendapat Widja (1989: 23) bahwa sejarah adalah mata pelajaran yang tujuannya sebagai pendidikan nilai dan moral pada akhirnya akan bermuara pada pengembangan watak atau karakter peserta didik sesuai dengan nilai- nilai, moral dan karakter Pancasila.

Pembelajaran sejarah di kelas umumnya mengajarkan materi yang kurang dekat dari realitas kehidupan siswa. Secara general, mereka hanya dihadapkan pada serentetan fakta-fakta sejarah yang membentuk suatu peristiwa atau peranan tokoh yang jauh kehidupan mereka. Materi sejarah juga sering kali diajarkan layaknya sebuah cerita yang memaksa bagi pemahaman siswa apalagi sejarah identik dengan hafalan. Hal ini menyebabkan pembelajaran sejarah jelas terkesan kurang menarik dimata siswa. Lebih jauh lagi, muncul kesan seolah-olah pelajaran sejarah bukanlah kenyataan yang bisa diamati dari lingkungan terdekat mereka berada. Akibatnya pembelajaran sejarah menjadi kurang menarik dan bermakna. Padahal semestinya pembelajaran sejarah mempunyai misi yang luhur sebagai pendidikan nilai dan moral (pendidikan karakter).

Salah satu cara mendekatkan siswa pada materi sejarah adalah dengan mengontekstualkan sumber-sumber lokal di mana siswa tersebut tinggal. Sumber-sumber tersebut tidak hanya disampaikan sebatas pengetahuan saja, akan tetapi nantinya digali nilai-nilai positifnya sehingga diharapkan mampu menanamkan serta menguatkan nilai-nilai karakter yang baik dalam diri siswa. Sumber lokal yang dijadikan materi sejarah dapat berupa tokoh sejarah lokal seperti contohnya Ratu Kalinyamat. Ratu Kalinyamat merupakan tokoh besar dalam arus sejarah dari Kabupaten Jepara. Ketokohannya dapat digali sebagai sumber penguatan nilai-nilai moral dan karakter baik untuk siswa dalam rangka pendidikan karakter di sekolah melalui pelajaran sejarah.

Sempat disinggung sebelumnya, Kurikulum 2013 dinilai menempatkan nilai karakter sebagai salah satu ujung tombak pencapaiannya. Salah satu implementasinya dilakukan pada muatan mata pelajaran wajib Sejarah Indonesia. Pada mata pelajaran ini membentang materi dari konsep berpikir dalam sejarah pada awal kelas X hingga kehidupan politik dan ekonomi masa reformasi pada jenjang kelas XII. Di antara banyak materi tersebut terdapat peluang memasukkan materi sejarah lokal seperti misalnya pada materi bab sejarah perkembangan pengaruh masuknya Islam di Nusantara, kelas X semester genap. Sejarah lokal adalah sejarah yang memiliki keterkaitan khusus pada daerah tertentu. Adapun sejarah lokal menurut posisi kewilayahannya berada di bawah sejarah nasional. Sejarah lokal dengan sederhana dapat dirumuskan sebagai kisah kelompok atau kelompok-kelompok masyarakat yang berada pada daerah geografis yang terbatas (Taufik, 2005: 15). Sedangkan apabila mengacu pendapat Wasino tentang sejarah lokal, bentuk sejarah ini dipilah menurut aspek kajiannya yang terdiri dari kajian sosial kemasyarakatan, politik, ekonomi, kebudayaan, etnisitas, serta perjuangan dan kepahlawanan lokal (Wasino, 2007: 2-3).

Sejarah lokal di wilayah Kabupaten Jepara cukup banyak, baik itu kategori era klasik (Hindu, Buddha, Islam) hingga era modern (kolonial dan kemerdekaan). Pada artikel ini, penulis mengambil salah satu tokoh dari era Islam yakni Ratu Kalinyamat, pemimpin Jepara di masa lampau yang jejak eksistensinya dalam beberapa naskah di tulis oleh orang Portugis. Tokoh ini cukup terkenal di dalam memori kolektif masyarakat Jepara. Meski tokoh ini cukup populer di berbagai kalangan usia, namun disayangkan tidak banyak yang tahu tentang sejarah dan biografi sang ratu tersebut. Bagi kalangan pemuda, nama Ratu Kalinyamat tidak asing karena menjadi julukan klub sepak bola kebanggan masyarakat Jepara “Persijap” yang mengusung sebutan “laskar kalinyamat”. Selain itu, nama kalinyamat juga digunakan untuk nama salah satu kecamatan di kabupaten Jepara yaitu kecamatan Kalinyamatan. Selain juga menjadi nama jalan, yang terbaru kalinyamat ikut diilustrasikan dalam bentuk seni patung dalam monumen “Tiga Putri Jepara” yang salah satu tokoh dari patung tersebut adalah sosok Ratu Kalinyamat: Sang Srikandi dengan Patriotismenya.

Adapun fakta terkait minimnya pengetahuan sejarah dan sepak terjang Ratu Kalinyamat mengacu pada hasil observasi penulis sendiri di dalam ruang-ruang kelas dalam mata pelajaran Sejarah Indonesia di salah satu SMA negeri di kabupaten Jepara selama beberapa tahun terakhir (2018-2022). Berdasarkan pengalaman itu, penulis banyak menemukan fakta yang sama bahwa tokoh Ratu Kalinyamat ini hanya dikenal sebatas nama dan tidak begitu diketahui sejarah hidupnya oleh mayoritas siswa. Tidak banyak dari mereka yang mengetahui secara mendalam tentang ketokohan Ratu Kalinyamat, baik itu sekadar biografi apalagi terhadap cara memaknai keteladanan sang tokoh. Literatur tentang tokoh Ratu Kalinyamat sebenarnya sudah mulai banyak ditulis dan dijumpai di internet, namun memang kebanyakan siswa minim motivasi atau inisiatif melakukan literasi digital terkait hal tersebut.

Ratu Kalinyamat dilantik menjadi penguasa Jepara pada 10 April 1549 (Agustinus, 2013: 33). Mendobrak kemapanan kiprah di ruang publik yang biasanya didominasi oleh kalangan laki-laki, Kalinyamat justru menunjukkan bahwa perempuan sama halnya laki-laki yang mampu berperan besar dalam bermacam bidang tak terkecuali pemerintahan. Eksistensi Ratu Kalinyamat sendiri telah diakui baik skala lokal maupun internasional. Kebesaran Kalinyamat dan eksistensinya itu dimuat oleh seorang Portugis bernama Diego do Couto, yang dalam bukunya “Da Asia” menyebut Ratu Kalinyamat dengan Rainha Da Japara, Senhora Pederosa e Rica (Ratu Jepara, seorang wanita kaya dan sangat berkuasa) (Pemkab Jepara, 2010: 5).

Ketokohan Ratu Kalinyamat menunjukkan bahwa dirinya bukanlah sosok biasa. Perjalanan kiprahnya dalam arus sejarah di nusantara menunjukkan banyak nilai penting bagi siapapun yang mengetahui sosoknya. Contohnya, dalam sumber-sumber Babad, Ratu Kalinyamat adalah seseorang yang memiliki karakter kepemimpinan yang kuat, dijelaskan misalnya ia menjadi sosok sentral di dalam lingkungan keluarga kesultanan Demak dengan memainkan banyak peran terutama pasca wafatnya Sultan Trenggana dan Demak dilanda kemelut konflik internal (Chusnul, 2000: 45-53). Ratu Kalinyamat di masanya juga merupakan salah satu tokoh panglima perang kesultanan Demak dari kalangan perempuan, khususnya sebagai panglima armada laut (Agustinus, 2013: 32). Selain itu, Ratu Kalinyamat berhasil memimpin Jepara sebagai kota bandar pelabuhan yang maju dan kuat dengan armada militer lautnya. Hal tersebut dibuktikan dengan penyerangan Postugis di Malaka sebanyak dua kali yang mana hal ini dapat menjadi salah satu sarana inspirasi untuk membangkitkan semangat dan jiwa bahari serta patriotisme masyarakat Indonesia pada umumnya.

Sosok Ratu Kalinyamat sebagai figur yang menarik dan penuh cerita heroik membuat tokoh ini layak dijadikan contoh teladan dan inspirasi. Sebagai seorang figur, Ratu Kalinyamat memiliki banyak karakter-karakter positif yang dapat digali dan dijadikan contoh, khususnya bagi generasi muda. Karakter-karakter teladan dalam diri Ratu Kalinyamat dapat diuraikan meliputi berbagai macam bidang:

  1. Menganalisis karakter ketokohan Ratu Kalinyamat pada bidang politik:

1) Ratu Kalinyamat sebagai salah satu pewaris kekuasaan Kerajaan Demak, mampu berperan sebagai pemersatu keluarga kerajaan yang kisruh terutama setelah wafatnya sang ayah yang juga seorang raja ketiga Demak, Sultan Trenggana. Ratu Kalinyamat mampu mempertahankan konsolidasi keluarga kerajaan di saat terjadi suksesi yang mengarah pada konflik. Peranan yang menonjol dalam mengatasi masalah politk internal kerajaan tersebut menunjukkan bahwa dirinya mempunyai sikap pemimpin dan tanggung jawab yang besar terhadap keluarga dan negaranya.

2) Ratu Kalinyamat dipercayai penuh untuk mendidik Pangeran Arya (keponakan yang kemudian diangkat menjadi putra angkatnya). Pada masa itu, pengasuhan (menitipkan) anak kepada sanak keluarga yang dianggap lebih berwibawa dan terhormat merupakan hal yang biasa terjadi. Hal ini mengindikasikan bahwa serorang Ratu Kalinyamat adalah sosok yang memiliki karakter kepemimpinan yang kuat, penyayang dan belas kasih.

3) Di bawah kekuasaan Ratu Kalinyamat, Jepara diarahkan pada penguatan bidang kelautan. Dibuktikan kemajuan Jepara sebagai kota pelabuhan dan kerajaan maritim yang cukup diperhitungkan di masanya. Ratu Kalinyamat bahkan pernah mengirimkan pasukan militernya ke Malaka untuk menggempur dominasi Portugis sebanyak dua kali (1551 atas permintaan Sultan Johor, dan 1574 membantu johor dan Aceh dengan membawa kekuatan 300 kapal, termasuk 80 jung berukuran besar). Hal ini mengindikasikan bahwa ia meerupakan figur yang cerdas, berpikiran maju, dan pemberani melawan penjajahan (kejahatan), patriotis dan cinta tanah air.

4) Hubungan erat Jepara dengan orang-orang Ambon di Hitu. Hal ini terekam pada jejak sejarah ketika para pimpinan pelaut dan perdagang di wilayah Hitu meminta bantuan Ratu Kalinyamat dalam melawan dominasi Portugis di Ambon (de Graaf & Pigeaud, 1990: 273). Saat itu, orang-orang di Hitu mengandalkan bantuan dari Jawa untuk membantu mereka dan di sini menariknya bantuan Jepara lah paling banyak. Kepiawaian Ratu Kalinyamat dalam hal diplomasi ini, membuat Jepara mampu menjalin hubungan baik dengan negeri-negeri sebrang yang membentang dari Timur (Maluku), Tengah (Demak, Banten) hingga Barat (Aceh, Malaka dan Johor). Dari sisi peran ini mengindikasikan bahwa Ratu Kalinyamat memiliki karakter peduli, saling tolong menolong, bersahabat, dan bisa diandalkan.

5) Selama sekira 30 tahun Ratu Kalinyamat memimpin, wilayah kekuasannya seperti Jepara hingga Prawata terbebas dari ancaman dan serangan pihak manapun. Hal ini mengindikasikan bahwa ia merupakan pemimpin yang handal, memiliki mentalitas yang kuat, disegani dan dihormati, sekalipun dirinya adalah seorang wanita (emansipasi).

  1. Menganalisis karakter ketokohan Ratu Kalinyamat pada bidang ekonomi:

1) Pelabuhan Jepara menjadi bandar yang ramai dan maju atas peran dan tampilnya Ratu Kalinyamat sebagai pemimpin Jepara. Jepara mampu menjadi kota pebuhan strategis dan salah satu bandar besar pengekspor beras. Dalam hal ini kita dapat belajar karakter menumbuhkan semangat jiwa dagang (kewirausahaan), berani berusaha dan pantang menyerah,

2) Ratu Kalinyamat turut berjasa dalam perkembangan seni ukir di wiilayah Kabupten Jepara yang membawa dampak ekonomis bagi masyarakat Jepara hingga saat ini. Jejak seni ukir dan keahlian (softskill) mengukir warisan Ratu Kalinyamat dapat ditelusuri dari motif ragam hias yang berada di Masjid Mantingan, Tahunan, Jepara. Meskipun, sayangnya Jepara yang mendapat predikat sebagai kota ukir tengah dalam proses degradasi akut dalam bidang ukir karena masyarakat terutama generasi mudanya beralih pada profesi lain.

  1. Menganalisis karakter ketokohan Ratu Kalinyamat pada bidang religi, seni, dan budaya:

1) Peran dan nilai-nilai keteladanan dari Ratu Kalinyamat pada bidang religi, di antanya seperti peran dan kontribusinya pada usaha penyebaran dakwah Islam di wilayah Jepara dan sekitarnya dengan cara mendirikan pusat keagamaan seperti masjid Mantingan peninggalannya yang mana coraknya mengandung banyak perpaduan unsur akulturasi Hindu, Islam, Cina, dan kebudayaan lokal. Dalam konteks ini, nilai karakter yang dapat digali bahwa Ratu Kalinyamat seseorang yang percaya terhadap Tuhan, berusaha mengamalkan ajaran agama dengan baik (dakwah), memiliki sikap toleransi, menghormati dan menghargai berbagai unsur perbedaan.

2) Peran dan nilai-nilai keteladanan dari Ratu Kalinyamat pada bidang seni dan budaya, tampak dalam segi arsitektur masjid Mantingan yang mengandung unsur-unsur budaya dan agama yang beraneka ragam. Paling menarik pada masjid peninggalan Kalinyamat tersebut, yakni adanya ornamen-ornamen makhluk hidup pada sebuah panel yang dibentuk dengan teknik stilir yang detail dan indah. Ornamen tersebut sengaja dibuat demikian karena dalam Islam tidak diperkenankan menciptakan sesuatu yang menyerupai wujud fisik makhluk hidup apalagi di tempatkan di dalam masjid. Pada konteks ini, kita dapat menggali karakter bahwa Ratu Kalinyamat merupakan seseorang yang memiliki wawasan luas, memiliki cipta rasa seni yang tinggi, mencintai keindahan, berusaha mematuhi norma-norma agama yang dianutnya.

Dengan demikian, melalui figur Ratu Kalinyamat sebagai bagian dari tokoh lokal dapat memberikan inspirasi serta keteladanan untuk menguatkan nilai-nilai karakter generasi muda yang hal ini dapat dilakukan melalui muatan pelajaran sejarah lokal di sekolah. Karakter-karakter positif yang dimiliki oleh Ratu Kalinyamat dapat disampaikan serta ditanamkan kepada anak didik di kelas/ sekolah sebagai salah satu wujud upaya pendidikan karakter.

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan di atas mengenai pentingnya pembelajaran sejarah lokal berbasis pendidikan karakter pengembangan inovasi pembelajaran sejarah lokal berbasis pendidikan karakter serta inovasi pengembangan media belajar yang salah satunya menggunakan aplikasi SAC, maka penulis berupaya mengimplementasikannya dengan merancang dan membuat aplikasi smartphone android SAC dengan konten berisikan sejarah lokal tentang Ratu Kalinyamat dan melakukan penelitian sederhana sebagaimana yang disampaikan di awal dengan harapan dapat menjadi inovasi pembelajaran sejarah lokal berbasis pendidikan karakter melalui figur tokoh lokal.

Gambar 1. Tampilan Aplikasi SAC Ratu Kalinyamat

Dalam rangka mengetahui hasil respon siswa telah dilakukan 2 analisis, yaitu analisis aktivitas melalui observasi secara langsung dan analisis menggunakan data angket. Pada analisis aktivitas siswa terdapat beberapa aspek penilaian, yaitu aktivitas verbal, aktivitas lisan, aktivitas menulis, dan aktivitas mendengar. Berdasarkan hasil observasi langsung selama proses pembelajaran didapatkan hasil yang menunjukkan bahwa siswa aktif dan lebih antusias dalam pembelajaran sejarah lokal berbasis pendekatan pendidikan karakter menggunakan aplikasi andorid SAC. Hal ini ditunjukkan dengan nilai 67,5 %. Response positif ini menunjukkan bahwa siswa kelas X di SMA Negeri 1 Nalumsari Jepara terbantu dengan keberadaan aplikasi android SAC dalam pembelajaran sejarah jika dibandingkan dengan sebelumnya yang tanpa menggunakan aplikasi andorid SAC.

Setelah dilakukan penelitian terhadap siswa di SMA Negeri 1 Nalumsari Jepara khususnya siswa kelas X, secara garis besar menyimpulkan hasil yang diperoleh cukup positif. Hal ini mengacu pada dasar hasil survei angket terhadap siswa kelas X SMA Negeri 1 Nalumsari Jepara berjumlah 250 anak meliputi kelas program MIPA dan IPS tahun ajaran 2021/2022. Siswa yang telah menginstal dan mempelajari materi sejarah lokal menggunakan aplikasi andorid SAC tersebut secara mandiri menunjukkan bahwa dengan adanya aplikasi tersebut sangat membantu dan bermanfaa. Selain itu SAC juga dianggap menarik untuk dipergunakan belajar khususnya materi-materi yang belum ada di dalam buku paket pelajaran.

Di sini guru juga melakukan penilaian terhadap hasil belajar siswa melalui soal tes pilihan ganda pada program semesteran maupun soal esai pada program remidial/ pengayaan yang memuat pertanyaan-pertanyaan berkenaan tentang sejarah Ratu Kalinyamat di Jepara beserta pelajaran-pelajaran atau hikmah yang dapat diambil sebagai bentuk evaluasi. Melalui evaluasi guru dapat mengetahui seberapa besar tingkat keberhasilan inovasi pembelajaran yang telah dilakukan, dan dari sini pula guru dapat mengetahui apa yang menjadi kendala serta kekurangan dari inovasi pembelajaran yang ada. Oleh karena itu, kedepannya guru akan lebih menyempurnakan proses pembelajaran yang lebih baik lagi dengan tujuan untuk mendapat suatu inovasi perencanaan pembelajaran yang paling sesuai.

Gambar 2. Siswa menggunakan Aplikasi SAC Ratu Kalinyamat

 

Penutup

Pendidikan sejarah memiliki peranan penting dalam proses pembangunan nilai-nilai nasionalisme dalam diri seorang siswa. Sartono Kartodirjo dalam Susanto (2014: 35) berpendapat bahwa dalam rangka pembangunan bangsa, pengajaran sejarah tidak semata-mata berfungsi untuk memberikan pengetahuan sejarah sebagai kumpulan informasi fakta sejarah tetapi juga bertujuan menyadarkan anak didik atau membangkitkan kesadaran sejarahnya. Oleh karena itu perlu adanya penanaman nilai-nilai kesejarahan dalam diri peserta didik agar mereka dapat sadar akan pentingnya mengingat peristiwa-peristiwa sejarah yang ada, sehingga dari sini dapat tumbuh jiwajiwa nasionalis dalam diri peserta didik.

Pendidikan karakter sudah semestinya ditanamkan dan diimplementasikan dengan sebaik-baiknya baik itu di lingkungan keluarga, lembaga masyarakat, maupun lembaga sekolah. Hal tersebut karena tujuan akhir dari sebuah pendidikan karakter adalah ketika siswa mampu melakukan hal-hal yang baik atas insiatifnya sendiri, bukan karena diminta, apalagi dipaksa. Di sinilah sebenarnya peran dari pendidikan karakter itu untuk mewujudkan manusia yang bermoral baik dan penuh kebijaksanaan sebagaimana tujuan dirinya diciptakan oleh Tuhan. Berkenaan dengan pembangunan karakter (nation and character building), Presiden Soekarno pernah menyampaikan bahwa “Bangsa Indonesia harus dibangun dengan mendahulukan pembangunan karakter (character building). Karena character building inilah yang akan membuat Indonesia menjadi bangsa yang besar, maju, dan jaya serta bermartabat. Sebaliknya, apabila character building tidak dilakukan, maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli!” (Soemarno, 2010: 46).

Tokoh sejarah lokal sesungguhnya dapat dimanfaatkan untuk penguatan pendidikan karakter dalam mata pelajaran sejarah atau yang lebih luas di lingkungan sekolah. Adapun dalam hal ini, Ratu Kalinyamat mampu menjadi inspirasi dan figur teladan positif untuk anak didik selaku generasi muda penerus bangsa khususnya bagi siswa SMA Negeri 1 Nalumsari. Ratu Kalinyamat mampu dan layak menjadi sumber inspirasi yang mengajarkan tentang kepemimpinan (leadership), niali-nilai tanggung jawab, keberanian, perjuangan, patriotisme, cinta tanah air, pantang menyerah, berpikir maju, toleransi, menghargai, berbuat baik, peduli, bekerja sama, tolong menolong, dan nilai-nilai karakter kontruktif lainnya. Dalam rangka pendidikan moral, eksistensi Ratu Kalinyamat tidak diragukan lagi dalam memberi tolok ukur terutama mengenai mana hal yang baik dan mana yang salah (tidak baik), dimana kita harus berani menolak yang buruk dan dimana kita harus saling meghormati serta berbuat baik.

Adapun penelitian inovasi pembelajaran sejarah lokal berbasis pendidikan karakter menggunakan Smart Apps Creator (SAC) di SMA Negeri 1 Nalumsari Jepara dengan mengacu pada hasil observasi diperoleh hasil bahwa siswa lebih aktif dan antusias dalam pembelajaran sejarah lokal berbasis pendekatan pendidikan karakter. Secara garis besar penelitian menyimpulkan hasil yang diperoleh cukup positif. Melalui adanya inovasi pembelajaran menggunakan aplikasi SAC sangat membantu dan bermanfaat, serta menjadi daya tarik untuk dipergunakan belajar khususnya materi-materi yang belum ada di dalam buku paket pelajaran.

Daftar Pustaka

 Abdullah, Taufik. (2005). Sejarah Lokal Di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Alfian, Magdalia. (2011). Pendidikan Sejarah dan Permasalahan yang Dihadapi. Jurnal KHAZANAH PENDIDIKAN: Jurnal Ilmiah Kependidikan, Vol. III, No. 2 Edisi Maret 2011.

Amri, Sofan. Pengembangan dan Model Pembelajran dalam Kurikulum 2013. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Asnawir & M. Basyiruddin Usman. (2022). Media Pembelajaran. Jakarta: Ciputat Pres.

Budyastomo, A. W. (2020). Gim Edukasional untuk Pengenalan Tata Surya, Educational Game for Basic Knowledge of Solar System. Teknologi: Jurnal Ilmiah Sistem Informasi, 10(2). Retrieved from https://doi.org/10.26594/teknologi.v10i2.1955.

Couto, Diego de. 1778-1788. Da Asia. Jilid V. Lisboa.

Dasmo, Astuti, I. A. D., & Nurullaeli. (2017). Pengembangan Pocket Mobile Learning Berbasis Android, JRKPF UAD. Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan.

Hartanto, W. (2016). Peran Pendidikan Etika dalam Membangun Peradaban Bangsa, Prosiding Seminar Nasional Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Jember. Jember: UPT Penerbitan Universitas Jember.

Hayati, Chusnul, Dkk. (2000). Peranan Ratu Kalinyamat di Jepara Pada Abad XVI. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Hidayatullah, Furqon. (2010). Pendidikan Karakter: Membangun Peradaban Bangsa. Surakarta: UNS Press & Yuma Pustaka.

Jusoff, Kamaruzaman, dkk. (2009). “Using Multimedia in Teaching Islamic Studies. Journal Media and Communication Studies 1, No.5.

Kamarga, Hansiswany dan Yani Kusmarni, (2012). Pendidikan Karakter di Indonesia: Suatu Kerangka Pikir. Dalam Pendidikan Sejarah untuk Manusia dan Kemanusiaan: Refleksi Perjalanan Karir Akademik Prof. Dr. Said Hamid Hasan, MA. Jakarta: Penerbit Bee Media Indonesia.

Kurniawati, Ayu. (2016). Pengembangan Media Pembelajaran Menggunakan Microsoft Powerpoint Pada Mata Pelajaran Tekhnologi Informasi dan Komunikasi Siswa Kelas VIII di SMP Negeri 2 Plupuh Sragen, Skripsi. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Lickona, Thomas. (2012). Educating for Character, Mendidik untuk Membentuk Karakter. Penerjemah: Wamaungo, Juma Abdu. Jakarta: Bumi Aksara.

Lickona, Thomas. (2013). Character Matters, Persoalan Karakter. Penerjemah: Wamaungo, Juma Abdu & Zien, Jean Antunes Rudolf. Jakarta: Bumi Aksara.

Mulyasa, E. (2010). Standar Komeptensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Pemkab Jepara. (2010). Sejarah Budaya dan Legenda Obyek-Obyek Wisata. Jepara: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Jepara.

Robianto, A., Wahono, & Marsono. (2019). Pengembangan Modul Berbasis Aplikasi Android untuk Mata Kuliah Ilmu Bahan Teknik pada Prodi D3 Teknik Mesin Universitas Negeri Malang. Jurnal Teknik Mesin dan Pembelajaran Universitas Negeri Malang. Retrieved from http://journal2.um.ac.id/index.php/jtmp.

Samani, Muchlas, & Hariyanto. (2012). Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sardiman A.M. (2012). Pembelajaran Sejarah dan Nilai-Nilai Kepahlawanan. Paper UNY. Retrieved from http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/1030.

Setyowati, Erna. (2009). Pendidikan Budi Pekerti menjadi Mata Pelajaran di Sekolah. Semarang: UNNES.

Soedarsono, Soemarno. (2010). Karakter Mengantar Bangsa dari Gelap Menuju Terang. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Suhartati, O. (2021). Flipped Classroom Learning Based on Android Smart Apps Creator (SAC) in Elementary Schools. Retrieved from https://doi.org/10.1088/1742-6596/1823/1/012070.

Supriatna. (2008). Pengaruh Pembelajaran Kooperatif STAD Berbasis Inquiri Terhadap Hasil Belajar Siswa. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Supriyono, Agustinus. (2013). Tinjauan Historis Jepara Sebagai Kerajaan Maritim dan Kota Pelabuhan. Dalam Jurnal Paramita, Vol. 23, No. 1 Edisi Januari 2013. Semarang: Universitas Diponegoro Semarang.

Susanto, H. (2014). Seputar Pembelajaran Sejarah. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.

Syukur, Muhammad (Ed.). (2021). Ointegrasi Nilai Karakter pada Pembelajaran Sejarah Lokal. Bandung: Penerbit Media Sains Indonesia.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, bagian fungsi. (2012). Dokumen Kurikulum 2013.

Wasino. (2007). Dari Riset Hingga Tulisan Sejarah. Semarang: UNNES Press.

Widja, I Gede. (1989). Sejarah Lokal Suatu Perspektif Dalam Pengajaran Sejarah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.